Permintaan global untuk makanan laut terus meningkat sejak tahun 1980-an, dan akuakultur berperan penting dalam memenuhi permintaan ini. Seiring berkembangnya industri, ada kebutuhan mendesak untuk mengadopsi metode efisien yang ramah sumber daya guna memastikan pertumbuhan berkelanjutan.
Salah satu pendekatan yang menjanjikan adalah penggunaan teknologi bioflok, yang melibatkan penambahan karbohidrat organik (CHO) untuk merangsang pertumbuhan mikroba. Biomassa mikroba ini, yang dikenal sebagai bioflok, membantu memperbaiki kualitas air, mengurangi kebutuhan pergantian air, dan berfungsi sebagai pakan alami bagi udang. Namun, keragaman sumber CHO yang tersedia membuat pemilihan opsi terbaik menjadi tantangan untuk produksi udang yang optimal.
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh peneliti dari Wageningen University, Belanda, dan Can Tho University, Vietnam, bertujuan untuk mengatasi masalah ini dengan membandingkan efek dua sumber karbohidrat—tepung jagung dan molase—pada sistem pembesaran bioflok untuk udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Studi ini mengevaluasi berbagai parameter, termasuk kualitas air, komposisi bioflok dan perifiton, metrik produksi udang, fluktuasi diurnal, serta distribusi nutrisi.
Memilih sumber karbon yang tepat
Teknologi bioflok telah terbukti memiliki potensi besar dalam meningkatkan keberlanjutan sistem akuakultur. Dengan menambahkan karbohidrat organik ke dalam air, organisme mikroba dirangsang untuk tumbuh dan membentuk bioflok. Bioflok ini membantu mengikat amonia dan nitrat, sehingga memperbaiki kualitas air dan mengurangi kebutuhan pergantian air. Selain itu, bioflok berfungsi sebagai pakan alami bagi udang, meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan berpotensi meningkatkan pertumbuhan serta kesehatan udang.
Namun, tantangan terletak pada pemilihan sumber karbohidrat yang tepat. Ada berbagai pilihan sumber CHO, mulai dari gula sederhana seperti molase dan glukosa hingga karbohidrat kompleks seperti tepung dan pati. Masing-masing sumber ini dapat memberikan efek berbeda pada nilai gizi bioflok, komposisi komunitas mikroba, dan akhirnya produksi serta kesehatan udang yang dibudidayakan.
Membandingkan tepung jagung dan molase
Untuk mengatasi tantangan ini, para peneliti melakukan percobaan untuk membandingkan efek tepung jagung dan molase pada sistem pembesaran bioflok untuk udang vannamei. Tepung jagung mewakili karbohidrat kompleks, sementara molase merupakan karbohidrat sederhana yang merupakan produk sampingan. Percobaan dilakukan di enam tangki plastik dalam ruangan dengan volume total 900 liter dan volume kerja 600 liter. Tangki-tangki ini diisi dengan udang, disuplai dengan aerasi kontinu, dan diberi siklus terang/gelap 12 jam.
Udang diberi makan dua kali sehari dengan pakan berprotein 34%, dan tepung jagung atau molase ditambahkan ke dalam tangki setelah setiap pemberian makan untuk menjaga rasio karbon terhadap nitrogen (C:N) sebesar 12, yang dianggap optimal untuk pertumbuhan bioflok dan imobilisasi nitrogen.
Tepung jagung lebih unggul dari molase
Hasil studi menunjukkan perbedaan signifikan antara perlakuan tepung jagung dan molase. Baik tepung jagung maupun molase efektif menjaga kadar nitrogen amonium yang rendah dalam air, menunjukkan bahwa kedua sumber CHO berhasil merangsang pertumbuhan bioflok dan imobilisasi nitrogen. Namun, perlakuan tepung jagung menghasilkan metrik produksi udang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan molase.
Udang yang diperlakukan dengan tepung jagung mencapai berat rata-rata 2,5 gram per individu, dibandingkan dengan 1,3 gram pada perlakuan molase. Tingkat kelangsungan hidup juga lebih tinggi pada perlakuan tepung jagung (96%) dibandingkan dengan molase (90%). Selain itu, perlakuan tepung jagung menghasilkan laju pertumbuhan udang yang lebih tinggi, produksi lebih besar, dan rasio konversi pakan (FCR) yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan molase.
Menariknya, kandungan protein dalam bahan kering bioflok lebih tinggi pada perlakuan molase, berkisar antara 34% hingga 48%, dibandingkan dengan perlakuan tepung jagung. Begitu juga kandungan protein pada perifiton lebih tinggi pada perlakuan molase, berkisar antara 16% hingga 26%. Meskipun demikian, stabilitas kualitas air secara keseluruhan lebih baik pada perlakuan tepung jagung, yang berkontribusi pada peningkatan metrik produksi udang.
Pentingnya pemilihan sumber karbon
Studi ini menekankan pentingnya pemilihan sumber karbohidrat yang tepat untuk sistem bioflok. Meskipun molase, produk sampingan dari industri gula, merupakan pilihan yang lebih ekonomis, tepung jagung terbukti lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi udang. Temuan ini menunjukkan perlunya penelitian lebih lanjut untuk mengoptimalkan efisiensi penggunaan nutrisi dalam sistem bioflok, baik dengan mengeksplorasi sumber CHO alternatif atau meningkatkan fungsionalitas sumber yang ada.
Salah satu poin penting dari studi ini adalah bahwa pilihan sumber karbohidrat dapat berdampak signifikan pada stabilitas kondisi lingkungan dalam sistem bioflok. Perlakuan tepung jagung menghasilkan stabilitas yang lebih baik dalam kadar karbon organik terlarut dan nitrogen, yang kemungkinan besar berkontribusi pada pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang yang lebih baik. Kualitas air yang stabil mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan udang yang dibudidayakan, yang pada akhirnya meningkatkan hasil produksi.
Studi ini juga menemukan bahwa kedua sumber karbohidrat berbeda secara signifikan dalam kandungan mineral, terutama kalium. Molase mengandung konsentrasi mineral yang lebih tinggi seperti besi, kalium, dan mangan dibandingkan dengan tepung jagung. Meskipun dampak perbedaan mineral ini terhadap pertumbuhan udang belum sepenuhnya jelas, kemungkinan kandungan mineral yang lebih tinggi pada molase berkontribusi pada kandungan protein yang lebih tinggi pada bioflok dan perifiton.
Masa depan bioflok
Sebagai kesimpulan, pilihan sumber karbohidrat memegang peran penting dalam keberhasilan teknologi bioflok untuk produksi udang vannamei. Tepung jagung muncul sebagai pilihan yang lebih unggul dibandingkan molase, dengan menghasilkan tingkat pertumbuhan yang lebih baik, produksi yang lebih tinggi, dan stabilitas kualitas air yang lebih baik. Seiring dengan berkembangnya industri akuakultur, adopsi metode yang efisien dalam penggunaan sumber daya seperti teknologi bioflok, dengan sumber CHO yang tepat, akan menjadi kunci bagi budidaya udang yang berkelanjutan dan menguntungkan.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyempurnakan sistem ini dan mengeksplorasi cara baru untuk meningkatkan retensi nutrisi dan efisiensi secara keseluruhan. Ini bisa mencakup penelitian terhadap sumber karbohidrat alternatif, optimisasi rasio C:N, atau pengembangan strategi baru untuk meningkatkan fungsionalitas sistem bioflok. Dengan terus berinovasi dan memperbaiki teknologi bioflok, industri akuakultur dapat bergerak menuju metode produksi yang lebih berkelanjutan dan efisien, yang pada akhirnya membantu memenuhi permintaan global yang semakin meningkat untuk makanan laut.