Hindari 3 Penyebab Pencernaan Udang Tidak Sehat

Seperti halnya permukaan tubuh, organ pencernaan—terutama hepatopankreas—juga berinteraksi langsung dengan lingkungan luar. Karena itu, organ ini memiliki risiko tinggi terpapar patogen penyebab penyakit.

by Sakti Biru Indonesia • Published on July 2, 2025

Saluran pencernaan memegang peran penting dalam menjaga kesehatan tubuh hewan, termasuk pada krustasea seperti udang vaname. Dalam budidaya udang, gangguan pada saluran pencernaan bisa berdampak serius—mulai dari penurunan kesehatan hingga kematian.

Dikutip dari PakanPabrik.com, pakar kesehatan udang dari IPB University, Julie Ekasari, menyebutkan bahwa penyakit-penyakit seperti EHP, WFD, dan AHPND kerap berawal dari masalah di saluran pencernaan, terutama pada organ hepatopankreas.

Tak hanya soal penyakit, proses pencernaan dan penyerapan yang tidak optimal juga bisa menurunkan efisiensi konversi pakan. Akibatnya, biaya produksi pun jadi lebih tinggi.

Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan nutrisi pada udang—sekitar 70 persen—terjadi di hepatopankreas. Organ ini terdiri dari ratusan hingga ribuan tubulus yang dibentuk oleh berbagai jenis sel yang berperan dalam mencerna dan menyerap nutrisi. Selain hepatopankreas, proses pencernaan juga berlangsung di usus. Sistem pencernaan udang berbeda dengan hewan tingkat tinggi yang umumnya melibatkan lebih banyak organ pencernaan.

Menariknya, seperti halnya permukaan tubuh, organ pencernaan—terutama hepatopankreas—juga berinteraksi langsung dengan lingkungan luar. Karena itu, organ ini memiliki risiko tinggi terpapar patogen penyebab penyakit.

Pada kasus AHPND, misalnya, bakteri Vibrio parahaemolyticus menyerang hepatopankreas sebagai target utama. Serangan ini dapat menyebabkan organ tersebut menyusut dan kehilangan kemampuannya dalam menyerap nutrisi dari pakan. Jadi, kalau hepatopankreas bermasalah, dampaknya bisa sangat fatal.

Ada berbagai faktor yang bisa mengganggu sistem pencernaan udang. Menghindari faktor-faktor ini bisa menjadi salah satu strategi petambak untuk menjaga kesehatan saluran cerna udang. Beberapa penyebab umum gangguan pada hepatopankreas dan usus udang antara lain adanya zat anti-nutrisi dalam pakan, perubahan kondisi lingkungan seperti salinitas yang fluktuatif, ketidakseimbangan mikrobioma, serta serangan penyakit.

Zat anti-nutrisi 

Meski penggunaan bahan baku protein nabati terus didorong sebagai alternatif untuk mengurangi ketergantungan pada tepung ikan, kandungan zat anti-nutrisi dalam bahan nabati seperti tepung kedelai tetap perlu diperhatikan. 

Berdasarkan berbagai penelitian yang dikaji Julie, penggunaan tepung kedelai secara berlebihan dapat menyebabkan penurunan jumlah tubulus pada hati (hepato), yang artinya sel-sel yang berperan dalam pencernaan dan penyerapan nutrisi juga ikut berkurang. Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus, udang bisa berhenti tumbuh bangkan alami kematian. 

Sementara di bagian usus, penggunaan tepung kedelai yang tinggi dalam pakan juga dapat merusak vili usus dan menurunkan aktivitas enzim pencernaan seperti protease, amilase, dan lipase. Namun, tambah Julie, efek negatif dari tepung kedelai ini bisa diminimalkan jika bahan tersebut melalui proses fermentasi terlebih dahulu.

Kondisi Lingkungan

Selain karena pengaruh zat anti-nutrisi, kesehatan sistem pencernaan juga sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, salah satunya adalah salinitas. Perubahan salinitas sebesar 3 ppt saja sudah bisa menurunkan jumlah restorative cell pada tubulus, yaitu sel-sel yang berperan penting dalam penyerapan nutrisi.

Selain itu, kata Julie, keberadaan xenobiotik atau zat asing bagi hewan—seperti logam berat, nanoplastik, dan lainnya—juga bisa berdampak negatif pada saluran pencernaan.

Keseimbangan microbiome dan penyakit

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap kesehatan hepatopankreas adalah keseimbangan mikrobioma. Mikrobioma merupakan kumpulan mikroorganisme—seperti bakteri, jamur, virus—beserta materi genetiknya, yang secara alami hidup di saluran pencernaan. Saluran pencernaan yang sehat biasanya memiliki mikrobioma yang stabil, baik dari segi jenis maupun komposisinya.

Namun, menurut Julie, Mikrobioma ini sifatnya dinamis, jadi bisa berubah. Ketika terjadi perubahan lingkungan yang cukup besar, mikrobioma juga bisa ikut berubah secara signifikan. Kondisi inilah yang disebut dengan dysbiosis.

Perubahan komposisi mikroflora—yakni semua mikroorganisme yang menghuni organ atau bagian tubuh tertentu—dalam sistem pencernaan bisa dipicu oleh berbagai faktor. Seperti halnya penurunan jumlah tubulus, ketidakseimbangan mikroflora di hepatopankreas juga bisa disebabkan oleh zat anti-nutrisi dalam pakan atau masuknya toksin ke dalam pakan. Selain itu, perubahan lingkungan, terutama komposisi mikroorganismenya, turut memengaruhi keseimbangan mikroflora.

Karena berkaitan dengan mikroorganisme, keseimbangan mikroflora dan keberadaan penyakit saling memengaruhi kondisi kesehatan saluran pencernaan. Misalnya, saat udang terserang AHPND, komposisi mikroorganisme dalam sistem pencernaannya ikut berubah. Hal serupa juga terjadi pada penyakit seperti WFD.

Menurut Julie, ketika udang yang sakit WFD disuntikkan mikroflora dari usus udang sehat, kondisi udang yang sakit bisa membaik. “Artinya, komposisi mikroflora yang mengalami dysbiosis bisa dipulihkan dengan mengintroduksi bakteri baik dari luar.” 

Untuk membantu menjaga keseimbangan mikroorganisme di saluran pencernaan, Julie menyarankan penambahan sinbiotik—kombinasi antara probiotik dan prebiotik—sebagai suplemen. Sementara itu, untuk meningkatkan daya cerna pakan, ia merekomendasikan penambahan asam organik. Menariknya, sinbiotik dan asam organik ini juga dapat membantu memperbaiki kerusakan sel di usus maupun hepatopankreas.


 

author

Sakti Biru Indonesia

Shrimp Aquaculture Company