Kenali bahaya EHP di tambak udang

EHP termasuk patogen dalam kategori Microsporidian atau sejenis fungi yang menginfeksi sel inang dengan menggunakan spora.  EHP dapat bertahan hidup dalam tubuh udang dengan cara menyerang sel hepatopankreasnya.

by Sakti Biru Indonesia • Published on July 3, 2025

Penyakit Enterocytozoon hepatopenaei (EHP) punya mekanisme yang berbeda dalam menyebabkan kerugian pada budidaya udang, dibanding penyakit lain. Tidak seperti Acute Hepatopancreatic Necrosis Disesase (AHPND) yang bisa menyebabkan kematian hingga 100%, penyakit EHP tidak berpengaruh langsung pada kematian, tapi tetap bisa mencetak kerugian hingga seperempat biaya produksi.

Dampak yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah perlambatan pertumbuhan udang. Adanya penyakit EHP ditandai dengan variasi ukuran udang yang signifikan di kolam yang sama. Hasil yang tentu merugikan pembudidaya karena membuat harga jual turun, sementara FCR-nya (Feed Convertion Ratio) justru jadi bengkak. 

Penyakit ini menjadi sorotan utama dalam webinar berjudul “Kenali Penyakit EHP (Enterocytozoon hepatopenaei) pada Udang dan Cara Antisipasinya” yang dihelat oleh Minapoli belum lama ini. Salah satu pembicara pada webinar tersebut adalah Andrew Shinn, seorang ahli kesehatan ikan sekaligaus Global Technical Expert INVE,  yang menerangkan tentang mekanisme penularan penyakit EHP serta cara skrining mandiri di tambak.

Patogenitas dan penularan

Andrew menerangkan bahwa EHP termasuk patogen dalam kategori Microsporidian atau sejenis fungi yang menginfeksi sel inang dengan menggunakan spora.  EHP dapat bertahan hidup dalam tubuh udang dengan cara menyerang sel hepatopankreasnya.

Patogen EHP hinggap pada sel hepatopankreas dan mengambil nutrisi di dalamnya untuk perkembangbiakan bibit spora. Ketika spora telah matang, sel hepatopankreas akan hancur dan mengeluarkan bibit patogen baru yang siap menginfeksi sel inang lainnya. Mekanisme inilah yang mengintervensi proses pencernaan yang menyebabkan pertumbuhan udang jadi terhambat. Pertumbuhan sebagian udang yang melambat dalam satu kolam ini menyebabkan adanya kesenjangan ukuran yang besar.

Menurut Andrew, udang dapat terinfeksi oleh EHP melalui dua alur, yaitu:

   1. Horizontal, yaitu penularan melalui sedimen atau pakan alami yang menjadi vektor spora EHP.
   2. Vertikal, yaitu penularan yang diturunkan oleh induk udang yang terinfeksi EHP

Salah satu dampak serangan EHP adalah keragaman ukuran udang yang tinggi. ©BPKIL Serang

Penularan yang cepat

Dalam penularan horizontal, EHP menunjukkan daya tular yang relatif cepat. Penularan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah spora yang terdapat di tambak (beban spora), jumlah udang yang telah terinfeksi, ukuran dan kepadatan udang, substrat atau Total Suspended Solid (TSS), durasi kontak spora dengan udang, kualitas air, hingga aerosol.

Istilah “aerosol” mengacu pada percikan atau tetesan air yang mengandung spora EHP. Dari hasil temuan lapangnya baru-baru ini, Andrew menerangkan bahwa media budidaya udang dapat terinfeksi hanya dari percikan air yang mengandung spora EHP.

Selain itu, ia juga menjelaskan laju penularan EHP dalam menginfeksi udang melalui hasil penelitiannya. Percobaan tersebut dilakukan dengan memberi pakan berupa hepatopankreas udang yang terinfeksi ke udang yang masih sehat.

Hepatopankreas udang yang mengandung 2,56 x 10ˆ7 spora EHP dicincang dan diberikan sebanyak 2,5 gram masing-masing ke 30 sample udang sehat. Setelah 7 hari, hepatopankreas 30 udang tersebut diteliti dan telah terdapat ± 10.000 spora EHP di dalam masing-masing spesimen. Kesimpulan yang didapat adalah spora EHP punya kemampuan infeksi cepat terhadap sel hepatopankreas.

Kerugian akibat EHP

Penyakit EHP pertama kali ditemukan menyerang udang windu di Thailand pada tahun 2009. Kemudian, wabah EHP juga ditemukan pada udang vaname dan menyebar ke negara-negara Asia lainnya seperti India, Cina, Thailand, Vietnam, dan juga Indonesia. 

Dalam beberapa laporan, EHP tercatat telah menimbulkan dampak ekonomi yang besar pada bisnis udang di negara-negara tersebut:

   1. Kerugian CNY300 juta bagi industri udang di Provinsi Jiangsu, Cina, pada tahun 2015
   2. Kerugian sebesar USD571,03 bagi 5 negara bagian di India selama kurun waktu 2018-2019;
   3. Kerugian sebesar USD76,4 juta bagi industri udang di Thailand.

Kerugian ekonomi akibat EHP umumnya disebabkan oleh inefisiensi FCR akibat perlambatan pertumbuhan udang. Dalam penelitian Andrew terhadap 106 kolam di Thailand, ada perbedaan rata-rata bobot udang yang dipanen, antara udang dari kolam yang terserang EHP dan tidak. Hasil panen udang pada kolam yang tidak terinfeksi EHP memiliki berat rata-rata 18,7 gram, sementara yang terinfeksi hanya 13 gram.

Menurutnya, nilai FCR pada kolam yang tidak terinfeksi adalah 1,39. Sedangkan pada kolam yang terinfeksi EHP, FCR-nya bisa mencapai 1,47. Peningkatan FCR pada kolam udang yang terinfeksi EHP disinyalir turut meningkatkan biaya produksi hinga  23,2%.

Kerugian akibat EHP

Penyakit EHP pertama kali ditemukan menyerang udang windu di Thailand pada tahun 2009. Kemudian, wabah EHP juga ditemukan pada udang vaname dan menyebar ke negara-negara Asia lainnya seperti India, Cina, Thailand, Vietnam, dan juga Indonesia. 

Dalam beberapa laporan, EHP tercatat telah menimbulkan dampak ekonomi yang besar pada bisnis udang di negara-negara tersebut:

Baca selengkapnya di laman berikut: All Fish News

author

Sakti Biru Indonesia

Shrimp Aquaculture Company