Ungkapan “memelihara udang adalah memelihara air” akan selalu relevan dalam dunia budidaya. Kualitas air merupakan salah satu kunci utama keberhasilan akuakultur. Terlebih lagi, di tengah isu penurunan kualitas lingkungan dan dampak perubahan iklim, menjaga kualitas air menjadi tantangan yang semakin besar dalam budidaya udang.
Sebelum membahas lebih jauh tentang manajemen kualitas air, penting bagi para petambak—baik pemula maupun yang sudah berpengalaman—untuk memahami parameter-parameter utama yang sangat memengaruhi kelancaran proses budidaya.
Dalam sebuah webinar, Prof. Hefni Effendi, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, menegaskan bahwa kualitas air merupakan aspek krusial dalam budidaya udang maupun ikan. Air bukan sekadar media tempat organisme hidup, tetapi juga tempat mereka makan, tumbuh, dan membuang limbah. Tak heran jika kualitas air sering kali menjadi penentu utama keberhasilan atau kegagalan satu siklus budidaya.
Namun, perlu dipahami bahwa kualitas air bukanlah sesuatu yang statis. Ia sangat dipengaruhi oleh sistem budidaya yang diterapkan—apakah itu sistem ekstensif, semi-intensif, atau intensif. Berikut merupakan parameter-parameter penting di tambak yang perlu diketahu.
Parameter-Parameter Penting yang Perlu Dipantau
1. Suhu (Temperatur)
Suhu ideal untuk budidaya udang di wilayah tropis berkisar antara 28–32°C. Suhu memengaruhi metabolisme, nafsu makan, dan kecepatan pertumbuhan organisme. Jika suhu berada di luar kisaran ini, produktivitas bisa turun drastis.
2. Salinitas
Salinitas berkaitan erat dengan proses osmoregulasi, yaitu kemampuan organisme dalam mengatur keseimbangan air dan ion di dalam tubuh. Untuk budidaya udang, salinitas ideal biasanya antara 15–30 PSU (Practical Salinity Unit). Pengukuran salinitas dapat dilakukan dengan menggunakan refraktometer.
3. pH (Derajat Keasaman)
Idealnya, pH air berada pada kisaran netral hingga agak basa, yaitu 7,0–8,5. Jika pH terlalu rendah (bersifat asam), senyawa beracun seperti amonia bebas dan logam berat menjadi lebih tersedia dan dapat mengganggu keseimbangan mikroorganisme di tambak. Karena udang umumnya dibudidayakan di perairan payau hingga laut yang cenderung basa, menjaga pH agar tidak turun di bawah 7 menjadi hal yang penting.
4. Oksigen Terlarut (DO – Dissolved Oxygen)
Kandungan oksigen terlarut merupakan parameter paling vital, terutama dalam sistem budidaya intensif. Kadar idealnya tidak kurang dari 4 ppm. Oksigen dibutuhkan untuk respirasi, penguraian bahan organik, serta berbagai proses biokimia lain di tambak. Dalam sistem padat tebar dan pemberian pakan tinggi, kebutuhan oksigen meningkat tajam, sehingga aerasi mutlak diperlukan.
Parameter yang Harus Diminimalkan
1. Amoniak
Amoniak terbentuk dari pembusukan sisa pakan dan kotoran. Dalam sistem intensif, pemberian pakan yang tinggi meningkatkan risiko akumulasi amoniak. Apalagi jika proses dekomposisi berlangsung dalam kondisi kekurangan oksigen (anaerob), yang terbentuk justru senyawa toksik seperti amoniak dan nitrit. Amoniak yang larut dalam air bersifat sangat beracun bagi udang, bahkan dalam konsentrasi rendah. Akumulasi amoniak bisa menyebabkan stres, menurunkan nafsu makan, mengganggu metabolisme, hingga kematian massal.
Kekeruhan (Turbidity)
Kekeruhan menunjukkan seberapa jernih air tambak. Kekeruhan tinggi disebabkan oleh partikel tersuspensi seperti lumpur, plankton, atau bahan organik lainnya. Air yang terlalu keruh bisa mengganggu proses fotosintesis dan menurunkan kualitas air, yang pada akhirnya berdampak negatif pada pertumbuhan udang.
Hidrogen Sulfida (H₂S)
Gas H₂S muncul akibat pembusukan bahan organik tanpa kehadiran oksigen, terutama di dasar tambak. H₂S sangat beracun bagi udang, bahkan dalam konsentrasi sangat rendah (lebih dari 2 mikrogram per liter). Gas ini dapat menyebabkan kematian mendadak dan penurunan kadar oksigen terlarut secara drastis. Salah satu tanda keberadaan H₂S adalah bau telur busuk yang menyengat dari dasar tambak.
Secara kimia, H₂S hadir dalam tiga bentuk: H₂S, HS⁻, dan S²⁻. Proporsinya sangat tergantung pada pH. Semakin rendah pH air (semakin asam), semakin tinggi kandungan H₂S dalam bentuk yang paling beracun. Maka itu, menjaga pH di kisaran netral hingga sedikit basa (7–8) sangat penting untuk mencegah racun ini terbentuk.
Menjaga Sistem Buffer dalam Tambak
Stabilitas kualitas air sangat bergantung pada sistem penyangga atau buffer, yang ditunjukkan oleh nilai alkalinitas. Sistem buffer ini berfungsi menjaga kestabilan pH agar tidak mudah berubah drastis, sehingga mendukung pertumbuhan dan kesehatan udang.
Alkalinitas adalah kemampuan air untuk menetralkan asam, yang terutama berasal dari ion karbonat (CO₃²⁻) dan bikarbonat (HCO₃⁻). Dalam konteks tambak, alkalinitas mencegah perubahan pH yang tiba-tiba dan berbahaya. Perubahan pH yang ekstrem bisa memperparah efek racun dari senyawa seperti amonia dan H₂S.
Kisaran optimal alkalinitas dalam budidaya udang biasanya 80–150 ppm CaCO₃. Jika terlalu rendah, pH mudah berubah, meningkatkan stres pada udang dan mendorong pertumbuhan organisme tak diinginkan seperti ganggang. Sebaliknya, jika terlalu tinggi, nutrien menjadi kurang tersedia, dan efisiensi penyerapan mineral penting oleh udang bisa menurun.
Dampak Alkalinitas Rendah
Ketika alkalinitas rendah, maka:
1. pH menjadi tidak stabil dan mudah berubah karena faktor eksternal seperti hujan atau suhu ekstrem.
2. Udang menjadi lebih mudah stres dan rentan terserang penyakit.
3. Plankton dan alga bisa tumbuh tidak terkendali, terutama jenis yang tidak menguntungkan.
4. Lingkungan tambak menjadi tidak seimbang, mengganggu seluruh siklus budidaya.
Peran Pengapuran untuk Menjaga Alkalinitas
Salah satu cara menjaga alkalinitas adalah dengan melakukan pengapuran (liming), terutama saat persiapan awal tambak. Jenis kapur yang umum digunakan meliputi:
1. Dolomit
2. Kapur pertanian (kalsit)
3. Kapur tohor (CaO)
Penggunaan kapur memberikan sejumlah manfaat, antara lain:
1. Meningkatkan pH dan alkalinitas air
2. Menetralkan keasaman akibat hujan atau bahan organik
3. Menstabilkan pH agar tidak mudah berubah
4. Menyediakan kalsium yang penting untuk pertumbuhan dan molting udang
5. Mengontrol pertumbuhan plankton dan mencegah blooming alga
6. Membantu penguraian bahan organik agar tidak menumpuk di dasar tambak
Kapan Waktu Tepat Melakukan Pengapuran?
Pengapuran sebaiknya dilakukan secara rutin, terutama menjelang musim hujan atau saat persiapan siklus budidaya baru. Tambak intensif sangat bergantung pada sistem buffer yang kuat, karena perubahan musim dapat menyebabkan penurunan kualitas air dengan cepat. Tanpa sistem buffer yang baik, hujan bisa menurunkan pH secara drastis dan berdampak fatal bagi udang.
Memahami dan memantau parameter-parameter penting kualitas air bukan sekadar teori, tetapi langkah nyata untuk menjaga produktivitas tambak. Dengan manajemen air yang tepat, tantangan dalam budidaya udang bisa dihadapi dengan lebih siap dan efisien.
***
Sumber: Prof. Hefni Effendi. Manajemen Air Tambak. Aquabinar Series #24. 2025